AYAHKU GURU QUR'ANKU


Setiap saat subuh tiba, kudengar lantunan doa-doa sholat yang dirapalkannya selalu. Meski itu terdengar sir atawa syahdu. Desis makhorijul hurufnya terasa pas di telingaku. Aku berdoa dalam hati semoga salah satu rangkaian doa yang dilafalkannya adalah doa untukku dan keluarga kecilku. Aku yakin seyakin-yakinnya pastilah itu. Tak perlu menjadi ragu. Karena dia ayah kandungku. Hampir lima bulan beliau  jadi " penghuni rumahku" dengan kekasih hatinya yang selalu setia menjamu apapun yang beliau mau. Yah, tepatnya setelah beliau sakit, aku minta beliau istirahat di rumahku. Kedua jimatku sekaligus syurga bagiku adalah orang tuaku. Sungguh tak kusangka bahwa subuh itu adalah subuh yang terakhir bagi beliau. Pikiran dan hatiku selalu berprasangka bahwa bapak sudah mulai sehat dan pipinya mulai melemu. Aku optimis bahwa bapak saat ini sudah dalam masa pemulihan, berarti bapak sudah mau sembuh. 

Sehari sebelumnya sepulang kerja aku buka pintu rumahku. Kusaksikan bapak duduk di kursi ruang tamu. Kukatakan pada beliau..." Wah pipi bapak kelihatan sudah tampak segar yaa." Jawab beliau " Alhamdulillah." kembali kujawab " MasyaaAllah". Bapakpun tampak senang ketika aku komentar seperti itu. Tetapi dalam hati kecilku terasa ada yang berkata, Ahh jangan-jangan akan terjadi sesuatu atas bapakku? pertanyaan itu dengan sekuat tenaga kutepis jauh-jauh dan tak kuharapkan mampir di benakku. Ternyata bisikan itu benar-benar telah terjawab oleh keputusan Robbku. Esok harinya bapak betul-betul menghadap RobbNya dengan cara yang sangat manis. Pagi itu seperti biasanya bapak masih bangun untuk melaksanakan sholat shubuh. setelah sholat shubuh, bapak tak keluar dari kamar sama sekali. Biasanya bapak akan keluar sejenak untuk duduk di kursi tamu dan minum obat sebelum  makan. Setelah 30 menit kemudian rutinitas bapak adalah sarapan pagi. Setelah sarapan kemudian duduk sebentar di kursi depan. Biasanya aku akan berpamitan kepada beliau sebelum berangkat kerja. Hal ini selalu kulakukan dengan harapan mendapat doa dan restu dari beliau. Pagi di hari Rabu itu seperti aneh jika kuingat kembali. Pagi itu aku berangkat terburu-buru tidak seperti biasanya. Padahal sebetulnya tak ada alasan untuk terburu-buru. Akupun seperti lupa pada kebiasaanku untuk pamitan kepada bapak, karena bapak tak ada di kursi depan. 

Setelah aku sampai di Madrasah, aku merasa bahwa handphoneku ketinggalan di rumah. Aku ingin mengambilnya karena jarak madrasah dengan rumahku tak begitu jauh. Keinginan untuk mengambil HP kutepis, karena aku masih bisa menggunakan Whatsap Webb yang ada di laptop kecilku. Jam di kantorku menunjukkan pukul 09.00. Tiba-tiba datanglah putra pertamaku. Kukira dia datang mau pamit ke kampusnya untuk menyelesaikan skripsinya. Ternyata dugaanku meleset. Putraku datang dengan mengucapkan salam, kemudian dia duduk di kursi menghadapku di ruanganku. Dia bilang dengan tenangnya. Mengabarkan kalau kakungnya ( kakeknya ) telah tiada. Aku tak percaya rasanya. Kemarin malam ayahku masih berjalan menuju kamar cucunya satu persatu.  Cucunya ditanya "sedang apa nak ?" Malam-malam kok masih pada repot, katanya. Terus ayahku juga menanyakan kepada ibuku, apakah aku sudah sholat isya. Makanya kabar itu sangat mengejutkan bagiku. Aku masih tak percaya. Akhirnya aku izin kepada guru-guru di madrasah untuk meninggalkan madrasah sebelum jam pulang. Segera aku menuju rumahku dengan air mata yang tak bisa kutahan. Aku menyaksikan jenazah ayahku di atas tempat tidurnya dengan bersedekap, mulut dan mata tertutup rapat. Ya Allah sungguh tampan kelihatan wajah ayahku. Kudengar dari ibu dan adikku yang menemukan jenazah ayah di kamar, ayahku meninggal dalam keadaan sujud pada RobbNya. Seketika itu bulu kudukku merinding. Subhanallah, MasyaAllah ayahku telah membuat prestasi indah di akhir hayatnya. Prestasi yang sangat dirindukan oleh setiap insan beriman di muka bumi ini. Seketika itu dadaku terasa ikhlas luar biasa mendengar kabar itu. Kucium dahi ayah sambil berkata,  " Bapak saya sangat ikhlas melepasmu." 

Alhamdulillah prosesi jenazah dimandikan oleh anak, menantu dan cucu-cucunya terasa begitu singkat sampai pada proses pemakamannya. Siang itu awan yang siap meneteskan air hujannya,  tiba-tiba menjadi cerah mengantarkan ayahku pada tempat istirahat terakhirnya. Setelah pemakaman selesai baru hujan turun dengan syahdunya seakan mengiringi kepergian ayahku, ahli Quran yang sangat luar biasa perjuangannya. 

Perjuangan ayah dimulai di kampung kami, dengan mengajarkan Alquran pada orang-orang yang minor ilmu agama. Bahkan banyak yang tak paham ilmu agama, apalagi ilmu Quran. Dengan berjalannya waktu sampai genap lima belas tahun mengajarkan Quran di kampung kami, jamaahnya sudah mencapai tujuh puluh lima orang jamaah laki-laki dan tujuh puluhan jamaah perempuan. Itupun sudah banyak yang wafat duluan. Alhamdulillah banyak jamaah yang wafat setelah mengajinya bagus, paham ilmu agama dan rata-rata sudah naik haji. Pada waktu itu aku merasa bahagia karena ayahku masih diberi panjang  usia untuk mengabdikan diri sebagai guru Quran, setelah beliau pensiun dari pekerjaannya. Meski banyak murid-murid mengaji yang sudah mendahuluinya menghadap Ilahi Robbi. 

Kadang perasaan menyesal tiba-tiba menguasai diri, kenapa aku tak mendampingi di saat terakhir beliau. Bahkan tak ada satupun orang sanak saudara, anak,istri mengetahui kepergiannya. Jika perasaan itu datang, aku tak kuasa membendung melimpahnya air mata penyesalan yang luar biasa. Kadang jika perasaan muncul, bila kami anggota keluarganya menunggui saat-saat terakhirnya, belum tentu ayahku wafat dalam posisi sujud pada RobbNya.Yaa.. jika perasaan itu datang rasanya cukuplah menjadi penghibur hati yang masih berduka. Akhirnya dengan ikhlas kami simpulkan, bahwa ayah ingin menghadapi saat-saat terakhirnya sendiri dengan khusyu. Menghadap RobbNya tanpa ada yang mengganggunya.Menghadap RobbNya dengan pakaian sholat yang dikenakannya. Menghadap RobbNya berteman sajadah yang sehari-hari digunakan sebagai media untuk berkomunikasi dengan TuhanNya. Disaat aku mengingat itu,  aku terharu biru merasa bangga. Aku berharap kami anak-anaknya bisa mengikuti jejak beliau,  dengan ikhlas  mengamalkan  ilmu tanpa ada rasa lelah dan mengharap imbalan.

 Meski hujan petir ayah tetap meluangkan waktunya untuk mengajar Quran murid-muridnya. Padahal murid-muridnya kadang sedang bermalas-malasan di rumah. Idealnya jika hari hujan udara terasa dingin, tidur berselimut tebal menjadi pelengkapnya. Derap langkah ayah mengajarkan Quran tak pernah pupus. Doa-doanya yang menginginkan  akhir hidup husnul khotimah tak pernah terlupakan, bahkan selalu rutin terucap dari bibirnya, setelah mengerjakan sholat fardhu sehari-harinya.   

Sebagai manusia biasa rasanya aku belum mampu untuk semudah itu melupakan kenangan indah bersama ayahku. Di samping beliau sebagai orang tua kandungku, beliau adalah guru Quranku. Aku mengenal rangkaian huruf alquran pertama dari beliau, bukan dari orang lain. Aku mengenal lafal jalalah juga dari beliau, sampai aku sempurna mengucapkannya dari tinjauan ilmu makharijul huruf. Masa kecilku tidak diperkenankan mengaji di luar atau di surau. Aku dan adik-adikku cukup mengaji di rumah dengan bimbingan ayahku. Ayah mengkhawatirkan jika kami mengaji di surau atau langgar wakaf keluarga besarku, kami hanya bergurau dan bermain-main saja. Baru setelah mengaji kami diperkenankan untuk bermain di depan surau bersama teman masa kecil di kampungku. 

Waktu mengaji yang tak dapat aku lupakan adalah ketika aku dan adik-adikku salah dalam membaca Quran. Ayah tak pernah berkata " bacaanmu salah!" , tetapi cukup dengan perkataan " hemm". Jika berulang-ulang kami melakukan kesalahan dalam membaca, tetap yang dikatakan ayah hanya kata " hemm ". Tentulah bingung dan terasa menyakitkan perkataan ayah. Akhirnya kami empat bersaudara pernah menangis sesenggukan karena sikap ayah. Kami berusaha mencari kesalahan kami sampai menemukan sendiri kesalahan itu. Ayah meminta kami untuk membaca kembali dengan benar, meski dengan menangis sesenggukan. Setelah kami menemukan kesalahan dan bisa membaca dengan benar, dada kami terasa plong. Ayah kemudian menghadiahkan kami dengan memberi kesempatan kepada kami untuk beli kue jajanan kesukaan kami. Metode ayah dalam mengajari kami sungguh  mengesankan. Metode ayah selalu teringat dalam pikiranku, bahkan pada adik-adikku. Metode yang membuat kami selalu hati-hati dan teliti dalam membaca Quran, sekaligus metode yang sangat lucu bila kami mengenangnya. 

Dari tangan ayah sendiri kami berempat dapat membaca Alquran dengan lancar dan fasih. Bahkan aku selalu menjuarai lomba membaca Alquran secara tartil di kampungku. Aku selalu menjuarai Musabaqoh Tilawatil Quran dari mulai Tingkat Kelurahan, Kecamatan, Kotamadya ( zaman dahulu ) di Kotaku, sampai menjadi duta/ wakil di Tingkat Propinsi sampai 6 kali. Hal ini tak pernah akan terjadi tanpa sentuhan ayahku. Semua terjadi karena jasa-jasa ayahku yang luar biasa dalam mengajarkan ilmu Quran kepadaku. Untuk keindahan lagu aku diserahkan pada guru lain yang ahli di bidang itu. Untuk kelancaran, fasohah, tajwid sampai makharijul huruf sukses di tangan ayahku sendiri. 

Berkat kerja keras ayahku aku sering diundang jika ada acara Peringatan Hari Besar Keagamaan ataupun Hari Besar Nasional, ataupun pada acara Rapat Kerja, Hajatan dan acara lainnya. Hahaha,  yang paling kuingat disitu aku selalu mendapatkan uang saku dari penyelenggara acara. Alhamdulillah sedari kecil aku sudah mendapatkan uang sendiri dari undangan-undangan yang kuterima. Uang saku yang kuterima biasanya akan kuberikan pada ibuku. Ibuku selalu menggunakan uang itu untuk membeli kain. Kain yang dibeli ibuku kemudian dijahit menjadi baju yang kugunakan tampil pada undangan- undangan yang akan kuterima. Aaah serasa artis aku pada waktu itu. Selalu tampil menggunakan baju baru yang di desain dan dijahit oleh ibuku sendiri. 

Ayah ibuku juga selalu kompak bekerjasama mencari informasi lomba-lomba atau Musabaqoh yang diadakan di Kotaku. Setelah tahu  info tentang Musabaqoh, aku segera didaftarkan. Tahapan berikutnya pasti aku dipanggilkan guru untuk mengajariku. Sebelum dipanggilkan guru aku ditashih oleh ayahku sendiri untuk melancarkan ayat yang akan dibaca pada waktu lomba. Ayahku, ibuku dan guruku selalu berharap aku dapat melantunkan ayat-ayat Allah dengan indahnya. Sungguh kerjasama dan kolaborasi yang sangat luar biasa. Tak terkecuali ibuku, beliau selalu menyediakan diri untuk menyiapkan bajuku dalam setiap penampilan serta mengantarkan dan mendampingi aku di lokasi lomba. Jazaakumullah, ayahku guru quranku, ibuku pendampingku  dan penyemangatku, serta guru Quranku kedua yang melengkapi ilmu Quranku. Kebaikan selalu kuharap tercurah dan terlimpah atas ketiganya. Aku tak bisa membalas jasa ketiganya, hanya samudra Fatihah yang selalu kukirimkan kepada beliau bertiga. Aku hanya bisa membalas ketiganya dengan prestasi-prestasi yang kupersembahkan. Ayahku dan ibuku sangat bangga kepadaku. Kebanggaan mereka menjadi tantangan bagiku  untuk selalu menjadi jawara di laga dan mempersembahkan yang terbaik untuk kedua orang tuaku. 

Aku sering ditunjuk mewakili Kotaku ke Musabaqoh Tilawatil Quran Tingkat Propinsi. Mulai dari tingkat anak-anak sampai tingkat dewasa. Enam kali aku berlaga di Tingkat Propinsi Jawa Timur. Namun tak pernah satu kalipun aku mendapatkan juara. Hal ini tidak menjadikan aku patah semangat, tetapi semakin membuatku selalu ingin mencoba dan mencoba. Bahkan yang terpenting bagiku bukan hanya sekedar berlomba, tetapi aku bisa mengerti dan mengamalkan isi alquran.Masa kecilku selalu bersama Quran. Semua proses dalam hidupku karena berkah Quran. Aku diterima di tempat kerja pertamaku juga karena Quran. Aku mendapatkan jodoh juga karena Quran. Aku dikenal banyak orang juga karena Quran. Aku disayang oleh guru-guruku waktu aku duduk di bangku sekolah juga karena Quran. Sampai waktu kuliah di Perguruan Tinggipun, banyak dosen yang selalu memberiku nilai A karena kemampuanku dalam membaca alquran. 

Bagiku, semua karena jasa dan peran ayahku yang luar biasa dalam hidupku.  Ayahku bukan hanya sebagai guru quranku, tapi beliau adalah teman yang enak diajak ngobrol dan berdiskusi. Mulai masalah agama, politik, dan sosial. Bahkan dalam masalah pekerjaanku sebagai guru pun, ayah adalah sosok yang paling nyaman untuk diajak curhat. Beliau yang paling mengerti siapa diriku, karena dia adalah cinta pertamaku. Sampai hari ini tak mudah aku melupakannya. Jika mengingatnya selalu mataku basah oleh air mata. Hanya sebait Fatihah yang bisa kukirimkan pada beliau. Semoga Allah mengampuni segala dosanya, menerima seluruh amal ibadahnya. Semoga ayah selalu berteman Alquran dalam alam kuburnya. Aku yakin quran akan selalu menerangi kuburmu, ayahku, karena sisa-sisa hidupmu kau gunakan mengabdi untuk orang-orang yang ingin belajar membaca alquran dengan baik.   

Aku menulis ceritaku ini dengan melibatkan pikiran, perasaan dan emosiku seluruhnya. Tak terasa air mata mengambang dan menetes di celah kedua mataku. Saat ini aku betul-betul rindu suara ayah ketika beliau menjadi imam sholat berjamaah. Suaranya ketika membacakan ayat-ayat quran sungguh mendayu-dayu bagai buluh perindu. Bagiku rindu yang paling menyakitkan adalah ketika aku merindukanmu, karena aku tak bisa menjumpaimu. Aku selalu berharap mimpi ketemu denganmu, karena itulah satu-satunya obat pelipur laraku. “Semoga kelak kita dipertemukan di syurga ya Pak...”

 ( Salam Ta'dzim Dariku )

  Aku yang rindu padamu 

 

Komentar

Posting Komentar

Postingan populer dari blog ini

Hariku Bersama Angelina Sondakh

Bocah Istimewaku