KUTAKHLUKKAN 4 ARAH MATA ANGIN DALAM PENGABDIANKU

 

   ARAH MATA ANGIN 1

    Menjadi seorang guru bagiku adalah sebuah pilihan dan bukan suatu kebetulan. Lingkunganku yang sudah menyemaiku dan membentukku hingga sampai di titik saat ini. Kedua orang tuaku memulai karir sebagai guru pada Madrasah di kampungku. Pamankupun banyak yang berprofesi sebagai guru dan pengelola Lembaga pendidikan. Bahkan sampai turun temurun pada para sepupuku banyak yang berprofesi sebagai guru. Aku sangat bersyukur dilahirkan di kalangan keluarga besar pendidik. Dengan kondisi seperti ini aku merasakan sendiri sisi kemanfaatan diri dan keluarga besarku bagi kemaslahatan umat yang ada di lingkungan sekitar bahkan untuk generasi penerus bangsa. Yang lucu lagi ayah dan ibuku bertemu jodoh di Madrasah tempat beliau berdua mengabdi. Sampai saat inipun ketika ayah sudah pensiun dari Kementerian Agama beliau menghabiskan waktu dan sisa usianya untuk mengajari dan membimbing masyarakat sekitar yang haus betul akan ilmu Alquran. 

    Ketika menapaki karirku sebagai pendidik betul-betul kulibatkan Allah dalam menjalaninya. Apapun yang terjadi di lapangan itu adalah atas bimbingan dan kuasanya. Kunikmati perjalananku sebagai pendidik mulai ketika berada di titik yang sangat sulit sampai pada di tempat saat ini. Semuanya berjalan mengalir laksana air meski kadang kurasa sangatlah tidak mudah.

    Aku menyelesaikan pendidikan keguruan di Pendidikan Guru Agama Negeri Malang ( PGAN setingkat SMA) pada Tahun 1990 dan di Fakultas Tarbiyah Jurusan pendididkan Agama Islam, Institut Agama Islam Negeri Sunan Ampel Malang pada Tahun 1994. Tepat 4 tahun aku selesaikan studiku dalam usia yang masih sangat muda, 21 Tahun. Alhamdulillah di Tahun 1995 aku sudah bekerja di Madrasah Ibtidaiyah setingkat sekolah dasar yang tidak jauh dari kampungku. Madrasah tempatku mengabdi ada di arah mata angin Barat. Madrasah tempatku mengabdi ini adalah Madrasah yang sudah cukup punya nama di Kota Malang Jawa Timur. Madrasah ini sarat dengan prestasi baik di level Kecamatan, Kota dan Propinsi. Bulan pertama pengabdianku merupakan masa yang paling sulit karena aku harus belajar untuk beradaptasi dengan seluruh warga Madrasah. Baik itu dengan peserta didik, teman sejawat, dengan  wali peserta didik ataupun dengan lingkungan yang ada di Madrasah. Alhamdulillah masa adaptasi bisa kulewati dengan baik - baik saja. Sahabat - sahabat terbaik kudapatkan di Madrasah ini sehingga kami terkesannya seperti berkelompok. Setiap kali kami berkumpul selalu ngrumpi layaknya para ibu ketika berkumpul padahal di usiaku saat itu aku masih terhitung bujangan yang hampir menikah. 

    Dan seiring perjalanan waktu tiba - tiba muncullah masalah yang menimpa Madrasahku. Biasalah masalah di tingkat stakehoulder Madrasah. Permasalahan muncul ketika ada perebutan kekuasaan antara pemilik yayasan dan pemilik lahan yang sengaja meminjamkan tempat kepada pengurus yayasan dengan gratis tanpa bayar sewa sedikitpun. Hal tersebut ada di perjanjian awal ketika pemilik yayasan menentukan kesepakatan dengan pemilik lahan yang semula berniat beramal baik. Betul kata orang di dunia ini jarang ada yang gratis, kecuali nikmat Allah kepada hambanya. Bertambah majunya Madrasah maka otomatis semakin banyak masalah yang menimpa di dalamnya, termasuk sesuatu yang semula diniatkan untuk beramal baik menjadi niat yang penuh dengan tendensi bisnis pribadi. Pada mulanya serasa aneh karena ini murni pengalaman pertamaku melihat sebuah kasus lembaga pendidikan yang terjadi di depan mataku. Beruntung aku mengalaminya karena dengan permasalahan yang ada membuat aku memiliki " Kamus Baru 1" tentang pengelolaan Lembaga Pendidikan. Saling memfitnah, saling mencaci antara kelompok yang berpihak pada pemilik Yayasan dan kelompok yang berpihak pada pemilik lahan. Cacian, bahkan gebrakan meja di perjalanan pertamaku sebagai pendidik sudah kudengar ganas di telingaku. Selanjutnya terdengar seperti biasa.

    Akhirnya karena tidak ada kesepakatan lunak diantara keduanya, atas instruksi pemilik yayasan, Madrasahku yang notabene swasta hijrah menyewa di tempat lain. Dua tahun kemudian ada pejabat daerah yang menawarkan kebaikan di sela masalah yang menimpa Madrasahku dengan akad pertama HIBAH.Pejabat daerah ini memiliki lahan luas berupa tanah kosong yang siap untuk dibangun atas dana yang dihimpun dari masyarakat dan wali peserta didik. Dalam waktu kurang dari1 tahun Madrasahku berdiri megah di kawasan elit Kota Malang berkat kerjasama yang terjalin apik diantara stakehoulder dan warga Madrasah. Harmonisasi berjalan mesra selama kurang lebih sampai di tahun ke 5 pengabdianku. Madrasahku tampak semakin  megah dengan segudang prestasi yang luar biasa. Lambat laun permasalahan mulai muncul kembali satu persatu. Beberapa Wali peserta didik mulai tampak " nakal" ingin menguasai dan mengambil alih Madrasah. Dalam kurun waktu 2 tahun mereka berusaha untuk mendirikan yayasan baru dan melengserkan yayasan lama. 

     Kami para guru yang sudah bekerja bertahun - tahun dipengaruhi untuk ikut dalam barisan pemberontak bersama mereka. ada beberapa guru yang larut dalam rayuan mereka. Sehingga kami terpecah dalam dua kelompok. Untuk diriku dan teman - teman lain mulai berinisiatif merapatkan barisan. Sungguh saat itu kami bekerja dalam tekanan. Para wali peserta didik yang tergabung dalam Yayasan baru tersebut sengaja menteror kami bukan hanya di tempat kerja tetapi juga mulai door to door mendatangi rumah kami. Walaupun dengan seribu ancaman sampai diminta menandatangani surat pernyataanpun kami tetap satu barisan menolak. Pengangkatan aku dan teman - temanku sebagai guru dilaksanakan oleh Yayasan lama. Itulah yang menjadi alasan alangkah tidak etisnya kami jika "berselingkuh" dengan yang baru demi alasan untuk mempertahankan perut yang masih memerlukan nafkah secara halal lahir dan batin. Kegiatan Belajar Mengajar yang seharusnya berlangsung di atas dinamikanya perlahan mulai kacau karena setiap waktu kami selalu mendapatkan ancaman dan hasutan. 

    Pertemuan dan rapat yang aku ikuti saat itu bersama dengan teman - teman sudah mulai tak bisa dihitung dengan jari. Bahkan kepala kami sudah mulai terasa penat. Disitulah aku mulai belajar untuk berpendapat dan berargumentasi. Peristiwa itu telah mengajarkan aku untuk berani berbicara atas nama kebenaran dan hak. Bagaimanaapun juga kebenaran harus ditegakkan di atas kebathilan. Kebenaran dan kejujuran harus ditegakkan meski rasanya pahit. Dalam situasi yang genting seperti ini kami libatkan Allah sepenuhnya atas peristiwa yang terjadi. Kami memohon petunjuk terbaik bagaimana kami harus berbuat dan mengambil sikap. Tibalah waktu yang benar - benar terjadi atas sesuatu yang menjadi ketakutan kami ber enam belas. Kami ber enam belas dikumpulkan dalam 1 ruangan. Kami menerima surat pemberitahuan tidak mendapatkan jam mengajar karena pihak mereka tidak mau disebut memberikan Surat Putus Hubungan Kerja.Betapa licik akal manusia kalau kepentingan dan ambisi sudah menguasai pikiran dan akal sehat mereka. Kepentingan masa depan anak didik tidak menjadi tujuan dari semuanya, tapi nafsu keserakahan manusia yang menjadi pertimbangannya. 

    Dengan perasaan sedih,perih kami harus  meninggalkan Madrasah sore itu. Kami tidak diberikan kesempatan untuk pamit kepada anak didik yang kami tidak tahu dengan siapa mereka akan belajar esok harinya.Kami laksana pesakitan yang tidak mendapat ucapan terima kasih bahkan tali asih pun atas pengabdian kami ber enam belas selama bertahun - tahun. Kami merasa bersyukur dan tetap menganggap ini sebagai bagian dari takdir Allah. Skenario Allah yang sangat indah karena kami telah melibatkanNYA di atas peristiwa ini. Mungkin Allah mempunyai maksud lebih baik mengeluarkan kami dari tempat yang dikuasai oleh orang - orang dholim lebih tepatnya kami menyebutnya seperti itu daripada setiap hari kami selalu merasa terancam dan ketakutan.

    Di tengah peristiwa yang terjadi banyak telepon yang masuk dari wali peserta didik yang merasakan kesedihan juga karena putra putri mereka mengalami pembelajaran di dalam kelas tanpa sosok figur  yang dicintainya. Madrasah saat itu dipenuhi oleh enam belas guru baru yang menggantikan kami. Air mataku tak terbendung saat ada seorang mama cantik yang menelpon mengatakan bahwa putra mereka saat itu sedang sakit panas karena menahan kerinduan pada sosok guru yang dikaguminya.Benar kata Dilan Rindu itu berat. Di pagi harinya kami ber enam belas berkumpul untuk mendatangi Madrasah karena kami butuh penjelasan kelanjutan nasib kami. Tetapi apa yang terjadi? Kami dihalangi untuk masuk ke Madrasah dengan beberapa walimurid yang mengayunkan rantai seperti seorang preman yang mengancam rivalnya. Kamipun tak bisa masuk meski anak - anak peserta didik berteriak dari jauh memanggil manggil nama kami. 

    Kami bersilaturrahmi mengadukan apa yang kami alami ke Yayasan yang mengangkat kami, ke gedung Dewan komisi E sampai pada pengurus PGRI Kota Malang. Walaupun pada akhirnya kami tak mendapatkan kepastian seperti yang kami inginkan. Yayasan yang mengangkat kami membawa permasalahan sengketa yayasan dan pemecatan guru ini ke jalur hukum dengan cerita tarik ulur antar pengacara yang panjang seakan tak bertepi. Pengadilan menjadi pengalaman pertama kami berurusan dengan lembaga hukum. Dari sinilah aku mengerti tentang bagaimana memperjuangkan hak dan kebenaran, meski berurusan dengan hukum bukanlah sesuatu semudah membalikkan telapak tangan. Pihak bersalah belum tentu bisa dikatakan bersalah, dan pihak yang benar belum tentu ia jadi pemenangnya. Selama 1 tahun kami vakum tidak mengajar, hari - hari kami diisi dengan koordinasi/pertemuan kesana kemari tanpa putusan yang pasti dan keluar masuk pengadilan pada sidang pertama, kedua,ketiga dan keberapalah sampai aku tidak ingat. Yang jelas disaat itu aku merasakan bahwa aku telah menjadi orang yang kuat dalam menghadapi permasalahan yang terjadi.

    Banyak hikmah dan pelajaran yang dapat kuambil dari peristiwa ini. Setiap hari hanya kupanjatkan permintaan pada Robb semesta alam. Aku mohon kekuatan, kesabaran dalam menghadapi permasalahan ini. Saat itu aku merasakan kepalaku berat tiap pagi bukan karena aku tak mendapatkan bisyaroh atau lebih sering orang menyebutnya gaji bulanan. Kepalaku berat karena menanggung rindu pada kicauan dan celoteh bocah - bocah ketika berada di kelas. Tawa riang, gurauan, teriakan, sedu sedannya serasa berkecamuk berat di dalam hatiku dan serasa menari - nari di depan mataku. Sering aku menangis sendiri ketika mengingat mereka dalam kenangan. Alhamdulillah meski aku harus berhenti dari pekerjaanku aku bisa fokus untuk menjadi ibu dari 2 orang putraku yang masih kecil - kecil pada waktu itu. Mulai dari bangun tidur sampai  mereka tidur kembali kucurahkan semua kemampuanku menjadi guru untuk anak - anakku. Bukankah seorang ibu adalah Madrasatul Ula ( sekolah pertama ) untuk anak - anaknya. Meski harus kujalani kenyataan 2 anakku sakit bergantian dan sempat opname di Rumah Sakit dalam 1 tahun bergantian. Maklumlah usia kedua putraku terpaut hanya 1 tahun sehingga saat itu seperti merawat anak kembar yang sangat butuh perhatian.

                                                       

   ARAH MATA ANGIN 2

    Kulewati masa - masa sulit ini selama 2 tahun. Keluar masuk pengadilan masih kujalani waktu itu. Semakin lama aku sudah mulai merasa jenuh dan bosan dengan kondisi yang ada. Lagi - lagi Masya Allah, Allah mengabulkan rintihanku. Tawaran datang padaku secara bersamaan untuk mengajar di SD ini dan SMP itu, Tapi aku tidak tertarik. Dalam hati aku selalu berharap ada tawaran mengajar di kelas 1 Madrasah Ibtidaiyah, karena betapa asyiknya menjadi guru kelas 1 setingkat Madrasah Ibtidaiyah. Ide dan gagasan untuk membuat siswaku belajar dengan perasaan senang dan gembira merupakan hal yang utama dalam menjalani profesiku. Aku mendapatkan informasi untuk melamar di salah satu Madrasah di Kota Malang yang membuka lowongan guru kelas 1. Puji syukur kupanjatkan ke haribaan ilahi Robbi tiada henti. Karena atas campur tanganNya lah aku diterima tes rekruitmen guru di Madrasah itu dengan menyandang predikat peringkat pertama dari 30 orang yang mengikuti tes waktu itu. Semangatku bergejolak dan bergemuruh. Jiwa murobbiku serasa bergelora dalam hatiku. Tapi dalam hati kecilku ada rasa sedih juga karena harus kutinggal anak - anakku yang waktu itu sudah mulai masuk bangku sekolah. Tak bisa lagi kutunggui mereka seharian penuh, karena aku harus mulai melaksanakan tugas baru di Madrasah tempat pengabdianku yang baru. Si sulung kupindahkan sekolahnya di Madrasahku, supaya Si sulung tidak jauh dari pengawasanku. 

     Di Madrasah ini selalu muncul ide dan gagasan untuk membesarkan Madrasah. Madrasahku ini berada di arah mata angin Selatan.Betapa semangatnya diriku untuk menjadikan Madrasah ini berkembang dan bertumbuh semakin baik dan maju. Mungkin hal ini dipicu oleh pikiranku yang selama 2 tahun vakum dari tugasku sebagai guru. yah semacam pelampiasan lah. Rukhul Jihadku menyala dengan garangnya meski gaji yang kuterima  tidaklah bisa dikatakan besar saat itu. Dalam waktu seminggu gajiku sudah habis untuk memenuhi kebutuhanku. Tapi persetan dengan gaji yang tidak kuanggap bagian penting dari pengabdianku. Aku hanya butuh sebuah eksistensi. Menjalankan amanah orang tuaku untuk meneruskan cita - cita mereka dan memaksimalkan bakatku untuk menjadi seorang guru. Mengajar dan mendidik peserta didik bagiku bagaikan seni melukis di atas kertas. Membentuk dan mewarnai dengan warna yang indah beraneka ragam macamnya adalah suatu kemampuan dan ketrampilan tersendiri. Berinovasi dalam pembelajaran dengan metode dan media bermacam - macam adalah betul - betul merupakan tantangan yang sangat indah bagiku. Jika malam menjelang tak sabar aku untuk lekas tiba waktu pagi karena aku akan bertemu dengan peserta didikku, dengan segenap ide dan inovasi dalam pembelajaranku. Aku berharap ada suatu perubahan yang terjadi atas mereka selesai mereka bertatap muka dalam satu pembelajaran denganku. Perubahan baik secara afektif, kognitif, ataupun psikomotor.

    Di tahun kedua pengabdianku di Madrasah ini aku dikirim mengikuti DIKLAT guru Matematika Se Jawa Timur yang diadakan di SD Rahmat Kota Kediri Jawa Timur. DIKLAT ini diselenggarakan oleh Konsorsium Pendidikan Islam ( KPI ) Jawa Timur yang berpusat di Surabaya. Betapa senangnya diriku mendapat ilmu baru berupa metode pembelajaran Matematika yang tidak hanya sekedar mengandalkan logika dalam mempelajarinya. Tetapi diwarnai berbagai metode pembelajaran yang menyenangkan sehingga pembelajaran Matematika bukanlah merupakan pembelajaran yang seram dan menakutkan. pengalaman pertama yang sangat berkesan bagiku. Pada DIKLAT ini aku mendapatkan gelar peserta terbaik untuk golongan guru yang mengajar di kelas kecil, yaitu kelas 1 sampai 3. Karena semangatku waktu itu dipicu oleh pandanganku bahwa meski kita telah mengajar bertahun - tahun tidak akan menjadikan kemampuan dan pengalaman 1 tahun untuk mengajar bertahun - tahun, karena kehidupan selalu mengalami perubahan dari tiap detik, menit, jam dan hari. Aku selalu ingin membangun kreativitas dalam mengajar agar tidak terkesan monoton, karena aku termasuk golongan yang tidak menyukai sesuatu yang bergerak tetap tidak ada perubahan. Kecuali perubahan atas siang dan malam, serta perubahan atas kehendakNYA. Hahahaha. 

    Sampai pada tahun keempat pengabdianku di Madrasah ini aku dijadikan sebagai Ketua Penerimaan Peserta Didik Baru. Pada tahun sebelumnya di Madrasah ini hanya mendapatkan 36 Peserta Didik. Karena pada saat itu banyak bermunculan Sekolah - sekolah baru setingkat Sekolah Dasar swasta di Kota Malang. Maka saat itu timbul inisiatifku untuk menggunakan metode jemput bola ke lembaga TK/BA/RA/TA yang ada di Kota Malang. Kubentuk Team dalam pelaksanaannya. Kupilih orang - orang yang kupandang mampu melaksanakannya dan pantang menyerah dalam berjuang. Saat itu aku dan teamku berasa sales yang lagi nawarin panci dan perkakas rumah tangga dari satu tempat ke tempat yang lainnya.Padahal sejatinya aku dan team mau presentasi. Banyak motivasi dan support yang kudapatkan dari teman - teman seperjuanganku. Banyak juga cibiran dan lecehan sebagai anggapan ketidak mampuan atas diri dan team. Tertawa, bahagia, tangisan dan cucuran air mata kulalui semua itu. Bersyukur sekali karena yang paling utama adalah support dan dorongan yang luar biasa kudapatkan dari pasangan sejatiku. Dengan tanpa kenal lelah beliau membantuku sepenuh hati dengan mengantarkanku pada setiap presentasi ke lembaga- lembaga pada saat beliau sedang libur kerja. Oleh karena itu senyum merekahnya selalu membuatku bersemangat mengalahkan cibiran dan keraguan dari teman - teman kerja di sekitarku. Kesolidan dalam membangun Team Work adalah merupakan pengalaman yang tak bisa kulupakan meski kadang diwarnai kedongkolan dan kejengkelan. Karena aku yakin itu adalah kerikil - kerikil kecil dalam setiap perjuangan. 

    Penerimaan Peserta Didik Baru ( PPDB ) Dengan mempresentasikan program Madrasah ke lembaga - lembaga TK/BA/TA/RA saat itu mendapatkan peserta didik sebanyak 60 anak. Bagiku merupakan angka yang lebih baik dari angka sebelumnya. Peningkatan jumlah yang bagiku dan team work ku adalah sebuah prestasi menggembirakan tapi tidak bagi mereka yang susah menghargai jerih payah dan perjuangan orrang lain. Kepala Madrasah saat itu mengatakan program jemput bola ini membuat anggaran Madrasah defisit. Bukankah itu merupakan kata yang menyakitkan. Aku beranggapan bahwa tak apa Madrasah mengalami defisit sejenak karena aku yakin akan banyak cuan yang dihasilkan oleh Madrasah saat itu dengan mendapatkan peserta didik baru sejumlah itu.Rugi sejenak untuk mendapatkan keuntungan yang lebih banyak tak apalah dari pada Madrasah akan mengalami penurunan secara keuangan dalam jangka waktu yang lama. Targetku hanyalah bagaimana kita sekolah swasta yang murni sumbernya dari masyarakat mendapatan peserta didik yang banyak, karena kelangsungan kehidupan warga Madrasah bersumber dari dana masyarakat atau wali peserta didik. Berbeda dengan saat ini sudah ada dana Bantuan dari pemerintah semacam BOS,BOSDA atau apalah itu. 

    Semangat dalam menjalankan amanah sebagai ketua PPDB saat itu mungkin salah satunya dipengaruhi oleh pengalamanku ketika keluar masuk pengadilan bersama teman - temanku saat mengalami peristiwa di Madrasah sebelumnya, untuk memperjuangkan kebenaran dan hak. Tak gentar melawan rintangan. Aku tak peduli meski habis dana banyak, yang penting dapat peserta didik dengan angka layak. Anjing menggonggong kafilah tetap berlalu. Peribahasa itulah yang sangat tepat untuk saat itu. Pasang telinga tebal meski dikatakan defisit dan membuat hati terasa sakit.

    Peserta didik yang diterima saat itu dalam tingkat kecerdasan yang majemuk. Bahkan saat itu bisa dikatakan banyak peserta didik yang belum bisa membaca. Aku tak peduli karena aku sendirilah bersama Widya sahabatku yang akan bersama mereka pada saat proses pembelajaran. Di kelasku terdapat 7 anak yang belum bisa calistung, Baca Tulis Hitung kepanjangannya. Aku berikan tambahan pelajaran khusus calistung ini sampai mereka kuminta datang ke rumahku tiap sore hari. Aku tak memungut biaya sepeserpun dari kedatangan mereka. Aku hanya ingin bertanggung jawab atas diterimanya mereka di Madrasahku. Aku ingin mengubah mereka dengan kemampuan membaca yang sudah mapan supaya mereka memudahkan guru yang akan mengajar mereka di jenjang berikutnya. Dan yang jelas aku ingin memberikannya ilmu yang bermanfaat untuk menempuh sebuah kehidupan.

    Beberapa tahun mengabdi di tempat ini adalah tempat mengasyikkan untuk aku menumpahkan segala pemikiran dan energi. Tak kukenal waktu malam siang dan pagi. Ritme seringnya kerja lembur bersama sahabatku sebut saja Widya namanya adalah sesuatu yang kunikmati.Tak terasa jalinan persahabatanku dengannya sampai di titik angka 12 tahun penuh dengan kolaborasi. Di angka itulah persahabatan kami sedang diuji. Ceritanya pada 12 tahun pengabdianku aku tidak setuju dengan program Madrasah yang sangat mengganggu kinerjaku sebagai guru. Aku menganggapnya program itu tak penting banget karena larinya program itu pastilah pada ujung - ujungnya duit. sarat muatan bisnis kalau orang mengatakannya. Lagi - lagi aku berhadapan dengan musuh - musuh pendidikan yang mengutamakan kepentingan dan kepuasan pribadi dan mengatasnamakan untuk kepentingan generasi yang akan datang. Ah ..sungguh manisnya mulut berkilah dan berucap. Aku sangat menentangnya atau tak menyetujuinya. Biarlah aku dianggap pembangkang, yang jelas aku punya alasan kuat untuk menolaknya. Dan pada saat itu banyak guru yang tak menyetujui keberadaan program itu. Tetapi mereka tak punya keberanian mengatakannya. Mereka masih berfikir secara finansial bagaimana kalau mereka kehilangan mata pencahariannya. Aku tak berpikir soal itu karena aku sudah tidak bisa membohongi hati nuraniku. Jika aku tidak menyetujui sesuatu maka aku akan terus terang mengatakannya. Aku yakin Allah akan membuka dan melapangkan rezeki untukku jika aku masih melibatkanNYA dalam setiap langkahku. Aku yakin pasti Allah memberikan sesuatu yang terbaik untukku. Aku tak pernah ragu akan jalan yang diberikan padaku. Aku membuat dan mengajukan surat undur diri atau pernyataan resain, Karena tampaknya pimpinan terasa alot untuk diajak berdialog. Malah saling mengkambinghitamkan satu sama lain. Aku sangat tidak suka dengan tipe kepemimpinan seperti itu. Jika pemimpin hanya mendengarkan penjelasan dari satu pihak saja bisa dikatakan bahwa ia bukanlah pemimpin yang bijak. Suara yang di dengar adalah suara yang bisa menuruti keinginannya. Maka tidak ada alasan untuk aku bertahan disini. Aku punya " Kamus baru 2".

   Teman - temanku, Sahabat - sahabatku terutama Widya sahabat sejatiku membujukku untuk tak resain dan pindah ke sekolah lain. Widya merasakan kesedihan dan anggapan bahwa tak ada lagi yang membersamai dalam berjuang meraih harapan dan cita - cita di Madrasah tercinta. Terutama tak ada lagi orang yang diajak untuk menemaninya makan siang di warung sebelah jalan. Hari - hari aku dengannya selalu diwarnai dengan cerita yang tiada habisnya meski kadang terjadi juga pertengkaran dan pertikaian. Aku yakin Widya tak akan melupakanku begitu saja, karena setiap habis liburan cerita diantara kami tak cukup seharian. Banyak dan berbaris kalimat yang sudah menumpuk di kepala untuk disampaikan. Bujukan teman - teman dan sahabat yang sungguh kucintai sepenuh hati tak mampu melerai pertempuran di dalam diri. Aku tetap mengambil keputusan untuk berhenti mengabdi saat diri ini merasa ingin segera berlari. Dengan mengucap Bismillah aku melangkah. Di tempat pengabdian baru lagi - lagi sebuah Madrasah Ibtidaiyah. 

                                          

  ARAH MATA ANGIN 3 

Bukanlah merupakan suatu kebetulan jika aku menemukan tempat pengabdian baru sebagai pengganti dari tempat pengabdianku sebelumnya. Aku diterima di Madrasah ini saat diriku juga merasakan berat untuk meninggalkan sahabat - sahabatku. Tak terbayang tiada mereka di sampingku. Tapi apapun itu karena sudah menjadi sebuah keputusan maka aku juga harus mau menanggung konsekwensinya. Sampai di tempat ini adalah merupakan keterlibatan Allah di dalam semua urusanku. Aku beranggapan demikian dan sempat bertanya - tanya pelajaran apalagi yang Allah berikan. Semua teman di Madrasah baru ini menganggapku sebagai orang yang cakap. Padahal itu semua bertentangan dengan kenyataan. Karena sesungguhnya aku hanyalah orang yang sangat menyukai tantangan. Oh ya Madrasasahku ini berada di arah mata angin utara.

           Tugas yang diberikan kulaksanakan dengan sepenuh jiwa pengabdian. Aku selalu beranggapan bahwa dimana bumi dipijak disitulah kita dituntut untuk menjunjung langitnya. Aku dengan cepat bisa menyesuaikan diri dengan kondisi di lembaga baru saat itu. Tak kurang dari 3 bulan pengabdianku teman baik dan sahabat yang kudapatkan, meski Widya masih terbilang tak terkalahkan. Beberapa teman selalu mendatangiku ke kelasku untuk bercerita panjang kali lebar tentang sebuah harapan dan hujatan. Yaa ternyata Madrasah inipun baru keluar dari sebuah permasalahan. Biasa lagi masalah stakehoulder dan sebuah kepemimpinan. Aku tak peduli dan memang tak ambil peduli. Yang jelas disini niatku mengabdi dan berbakti untuk anak negeri. Waktu itu aku tak mengambil hati apa yang diceritakan oleh teman - temanku. Sudah ku warning diri ini supaya jiwaku tak ikut  menggeliat jika melihat sesuatu keluar dari keadaban dan kepantasan. Aku fokus pada tugasku sehari - hari. Berbuat kebajikan dan memberikan tauladan untuk teman lian. Ritme kerjaku masih sama dari madrasah sebelumnya. Malam, siang pagi tak pernah kupandang. Aku hanya ingin bekerja cepat dan tepat agar Madrasah baru tempatku mengabdi menjadi tempat yang dipandang. Aku ingin mematahkan pendapat bahwa Madrasah masih sebelah mata orang memandang.Bahkan pendamping hidupku tercinta kulibatkan ikut membantu pekerjaanku di kala aku membutuhkannya. Aku bersyukur mendapatkan pasangan hidup sepertinya yang selalu support atas kinerjaku dimana tempatku berada. Di detik manapun jika aku meminta bantuannya selalu ia sediakan waktu meski ia juga sibuk dengan pekerjaan kantornya. 

      Ketika kuamati para stakehoulder di Madarasah ini sangatlah kejam dalam kepemimpinan. Kata - kata kasar sering kudengar meski tak tertuju padaku. Pertama memang sangat mengejutkan bagiku. Tapi lama kelamaan aku sudah terbiasa dengan hal itu meski aku tak akan mampu menandinginya. Kata kata arogan sering dilontarkan bahkan hinaan, cacian, gunjingan seperti sudah membudaya disini. Serasa tak pantas dibilang Madrasah yang menurut pengertian secara istilah adalah lembaga yang berciri khas Agama Islam. Malu rasanya diriku karena budaya pemimpinnya tidak mencerminkan budaya dalam agama kita baik dalam berkata - kata maupun dalam bertindak tanduk. Aku tak memperdulikan hal ini karena bagaimanapun diriku cukup  membatasi sebagai tenaga pendidik baru di Madrasah ini. Di tempat ini lagi - lagi aku dipercaya sebagai ketua pelaksana Hari Ulang Tahun Madrasah yang ke 50 an. Tugas kulaksanakan dengan sepenuh hati. Kubentuk team work yang belum bisa solid karena aku sendiri belum paham betul karakter teman - teman yang ada disini. Tugas kepanitiaan serasa aku mengerjakan semua sendiri dan dibantu oleh sebagian teman yang betul - betul mengerti harus bagaimana membantu aku. Alhamdulillah acara berjalan baik dan sukses. 

    Disaat aku menjadi ketua panitia ada seseorang yang entah sengaja atau tidak sengaja dia mengamati kinerjaku.Dia termasuk salah satu pimpinan Madrasah yang membidangi kurikulum Madrasah. Dia adalah seorang laki - laki muda yang cerdas dan mahir dalam  bidang IT. Dia menunjuk aku untuk menjadi ketua Penerimaan Peserta Didik Baru pada tahun 2017/2018. Dalam hati aku sudah bertekad mensukseskan agenda tahunan ini karena tumbuh kembang dan kelanjutan Madrasah tergantung dari perolehan peserta didik tiap tahun. Promo PPDB juga kulaksanakan dengan jemput bola ke masing - masing  lembaga TK/BA/TA/RA. Alhamdulillah kegiatan berjalan sukses karena mendapatkan peserta didik dengan jumlah 80 an yang terbagi dalam 3 rombongan belajar (3 Kelas). Aku bersyukur dapat melaksanakan dan melampaui tugas ini dengan baik meski secara fisik dan psychis terasa lelah. Aku merasa bangga dan bahagia ketika teman dan sahabat berteriak sukses sambil  memberikan ucapan selamat kepadaku. 

    Kinerjaku disini ternyata juga diamati lagi oleh Wakil Kepala Bidang Kurikulum.  Dia tiba - tiba chat via WA membuka percakapan denganku tentang kondisi Madrasah sebenarnya. Baik buruk Madrasah ini diungkap oleh beliau sampai pada rahasia yang seharusnya tak perlu kuketahui. Terjadilah diskusi berdua lewat WA setiap hari dan setiap malam. Dia memberikan sebuah pengakuan bahwa ketika kepanitiaan berada di tanganku selalu berjalan dengan sukses. Dia mengakui sendiri bahwa sumber daya yang ada di MI ini lemah sekali. Kecenderungan mereka selalu melimpahkan seluruh pekerjaan yang berkaitan dengan kepanitiaan kepada ketua pelaksana secara maksimal. Akulah yang berhasil menjawab tantangan ini, kata beliau. Aku dianggapnya orang yang tepat untuk diajak bersama membenahi Madrasah. Alhamdulillah aku mendapatkan kepercayaan yang luar biasa dari beliau. Aku bertekad untuk membenahi Madrasah ini lebih baik lagi. Aku tidak lagi menghitung berapa rupiah gaji yang kudapatkan karena aku terlalu bersemangat ketika ada seseorang yang menaruh kepercayaan padaku. 

    Sejak saat itu terjalinlah persahabatanku dengannya. Lagi - lagi aku ketemu sahabat yang seide dan sepemikiran dengan inisial huruf " W". Apa memang sudah takdirku ketika bersahabat dengan orang yang berinisial " W " selalu cocok dan bisa sejalan seirama meski kadang banyak juga ketidakcocokan dan terjadi pertikaian kecil terutama dalam masalah persekolahan. Seperti persahabatanku dengan Widya. Percaya diriku semakin menguat di Madrasah ini dan berimbas pada pembelajaranku yang katanya orang tua anak - anak sih aku adaah guru yang kreatif, ramah dan selalu memberikan solusi setiap ada orang tua yang berkeluh kesah tentang anak mereka atau tentang pemahaman terhadap pembelajaran. Alhamdulillah kepercayaan orang tua padaku merupakan motivasi yang luar biasa dalam berkarir dan sangat kujaga dengan hati - hati.

       Tepat hampir berakhirnya tahun 2018 Madrasah tempat aku mengabdi mulai goncang dengan peristiwa pemukulan beberapa peserta didik yang tergabung dalam 2 rombongan belajar dan peristiwa penyelewengan dana. Pemukulan ini dilakukan oleh Pemimpin Madrasah atau waktu itu disebutlah beliau Ibu KAMAD ( Kepala Madrasah).Gempar berita ini seantero jagad Madrasah. Tibalah saatnya peristiwa penurunan Kepala Madrasah yang dilakukan oleh sekelompok wali peserta didik yang anaknya menggalami peristiwa pemukulan ini. Proses penggantian pimpinanpun dilaksanakan. Pemilihan Kepala Madrasah dilakukan oleh yayasan. Dan terpilihlah sahabat yang selalu mengamati kinerjaku tadi sebagai pengganti kepala Madrasah. Dipilihlah aku sebagai wakilnya di Bidang Kurikulum lebih tepatnya sebagai pengganti tugasnya. Kulaksaksanakan tugas ini dengan penuh amanah di samping aku bertugas sebagai wali kelas 1. Jumlah jam mengajarku 36 jam ditambah dengan tugas sebagai wakakur 6 jam. Wouw 42 jam yang kuemban dalam melaksanakan tugasku per minggunya. Semua itu kunikmati dengan penuh syukur walau secara finansial tidak sesuai antara pekerjaanku dan rupiah yang kudapatkan setiap bulannya. Semua kujalani dengan penuh semangat dan ikhlas untuk menjadikan Madrasahku semakin maju dan bersinar. 

    Di awal tahun 2019 aku dipercaya untuk memimpin sebuah event besar se Malang Raya yaitu promosi PPDB yang dikemas dalam acara Kid's Talent yaitu lomba untuk peserta didik TK/BA/TA/RA Se Malang Raya meliputi Kota Malang, Kabupaten Malang dan Kota Batu. Berkat promo yang kami beritakan baik secara langsung maupun melalui media sosial terdaftarlah 250 peserta lomba. Sudah terbayangkan bukan betapa repotnya diriku. Kususun Team Work dari SDM yang ada. Mulai Pelaksanaan sampai pada penutupan berjalan dengan lancar dan sukses, walau ada "kerikil - kerikil kecil "yang sangat indah untuk dinikmati dan dirasakan. Dari acara ini bisa kutarik sebuah pengalaman untuk bekal di suatu hari nanti. Event mempromokan Madarasah memang secara tidak langsung jadi keahlianku.. hahahahaha.  

    Di pertengahan tahun yang sama tiba - tiba Ketua Yayasan menetapkan kebijakan untuk guru yang mendapatkan tunjangan profesi dari pemerintah, termasuk aku. Pada saat itu statusku adalah guru inpasing dengan pangkat dan golongan III/d. Kebijakan Ketua Yayasan waktu itu adalah guru yang sudah bersertifikat pendidik akan dipotong gajinya sebanyak 24 jam. dan tahukah bahwa perjamnya kami digaji 17 ribu rupiah.  Sungguh aku rela berapapapun gaji itu dipotong. Yang aku merasa tidak rela adalah ucapan beliau yang sering diucapkan bahwa guru harus taat pada aturan yayasan jika tidak silahkan keluar dari Madrasah ini karena pelamar di Madrasah ini sudah ngantri anak - anak muda yang cerdas dengan rata - rata cumlaude. Tepat ketika kutulis cerita ini Beliau Bapak Ketua yayasan hari ini dipanggil menghadap ke haribaan ilahi robbi. Teriring doa semoga beliau diterima seluruh amal baiknya, diampunkan segala dosa dan khilafnya, serta dilapangkan kuburnya. Amiin 

    Untuk menyikapi hal tersebut kami bersembilan orang membahas bagaimana langkah kita dalam menghadapi keputusan  itu. Ketika dalam forum mereka seakan sehati dan sepemikiran, aku sudah merasakan keraguan bahwa mereka sehati dan sepemikiran karena hal ini berkaitan dengan nasib mereka. Apakah mereka memiliki keberanian yang sama denganku ketika mereka tahu ada kedholiman yang terjadi. Tibalah saat yang dinanti ketika ketua Yayasan mengumpulkan kami dalam forum rapat guru bersama dengan keseluruhan guru baik yang bersertifikat atau tidak. Disampaikanlah keputusan itu oleh beliau. Kami diminta untuk bertanya dan berpendapat. Akhirnya tanpa pertimbangan lagi aku berbicara menurut hati nuraniku bahwa secara pribadi aku rela dipotong berapapun gajiku. Aku hanya tidak setuju dengan kalimat berulang ulang yang menyakitkan perasaan hatiku sebagai pendidik. Aku cukup menghormati adab dan unggah ungguh kalau orang Jawa bilang. Masih menjunjung tinggi adab ketimuran. Cara bicaraku tidak kupenuhi dengan emosi dalam menyampaikannya. Aku menyampaikan dengan bahasa yang halus namun menukik kalau orang bilang. Harga diriku sebagai pendidik rasanya tersayat sembilu kalau sudah dihitung secara nominal. Yayasan yang hanya punya niat menjadikan kami mesin penghasil pundi - pundi uang Madrasah. Apabila tak berkenan dengan seluruh kebijakan meski rasanya dholim kami diminta untuk keluar dan berhenti menjadi guru. Apa mereka tak pernah terpikirkan bagaimana nasib peserta didiknya? Hanya duit yang ada di kepala mereka. Aku mendapatkan " kamus baru 3 " di Madrasah ini yang akan kubuka dan kupelajari nanti ketika kutapaki jalan lain. 

    Aku tak memperdulikan teman lain yang senasib denganku karena hanya 3 orang yang mau bicara di depan forum. Sedang yang lainnya membisu seribu bahasa seakan ada kesungguhan menjelma menjadi sebuah ketakutan. Barangkali masih banyak yang ingin dipertimbangkannya. Aku tak peduli lagi walaupun nanti aku jadi korbannya. Terpenting bagiku aku sudah menyuarakannya. Soal hasil baik buruknya terserah hanya Allah yang  berhak mengaturnya. Yang jelas aku ingin memberikan pelajaran atas semuanya. Tak boleh menjadi penguasa yang jumawa. Mengatasnamakan anak didik sebagai modal utama. Padahal hanya niat menggali pundi pundi untuk dinikmatinya. Aku menyampaikan secara runtut dan sistimatis. Dengan kesimpulan bahwa aku bersedia gajiku dipotong berapapun yang mereka mau, tetapi aku minta tolong hargai keberadaan diri kami. Tanpa guru yayasan tidak akan bisa berjalan sendirian. Tanpa Yayasan guru tak ada yang menaunginya. Sungguh dua komponen yang saling membutuhkan bukan ? 

    Reaksi luar biasa yang kudapatkan dari Ketua Yayasan saat itu. Aku dipikirnya penentang kebijakan. Sungguh mereka tak bisa membedakan antara menentang dan mengkomunikasikan. Apalagi mengkolaborasikan. Tapi tak apalah aku terima itu semua dengan legawa. Ibarat Resiko artis yang sudah memilih panggungnya. Pada kenyataannya aku merasa puas karena aku mampu bicara di hadapan beliau dengan lancar dan tanpa keraguan. Aku berniat untuk berikhtiar dalam kebaikan. Karena kutahu ada beberapa teman yang menjadi tulang punggung keluarga. Kalau statusku hanya membantu kelagsungan kehidupan rumah tangga. Bukan tulang punggung seperti mereka. Padahal kalau beliau tahu datangnya tunjangan itu tak pasti waktunya. Kadang tepat dan banyak tidaknya. Meskipun sudah kujelaskan panjang kali lebar beliau tak mempercayainya. 

    Aku dengan teguh hati memutuskan untuk kembali resain dari Madrasah ini. Karena memang visi misi sudah tidak sejalan lagi. Ibarat aku masuk dalam barisan sholat berjamaah, jika aku mengetahui imam yang salah bacaannya harus berusaha kutegur dengan cara sesuai syariat. Tetapi jika imam tak mau diingatkan terpaksalah aku harus keluar dari rapatnya shaf barisan, daripada aku mencederai kafilah dengan seluruh pengikutnya. Pada waktu itu ada tiga teman yang mengikuti jejakku. Dua teman adalah guru yang sudah bersertifikat dan satu tenaga administrasi Madrasah yang notabene memang sudah tidak tahan dengan kebijakan yayasan. 

 ARAH MATA ANGIN 4

Banyak jalan menuju Roma itulah pepatah yang sering kudengar. Sebelum keluar dari Madrasah tersebut aku mencari seribu akal bagaimana aku bisa lepas dari Madrasah ini. Ternyata Allah tidak tidur atas keputusanku ini. Allah selalu kulibatkan dalam keadaan apapun dan aku yakin pasti ada hikmah di balik ini semua. Allah mempertemukanku dengan teman yang baru saja aku kenal. Dia adalah seorang Kepala Madrasah yang baru berdiri satu tahun. Dan ketika kuceritakan saat ini beliau juga telah dipanggil untuk kembali pada yang kuasa. Teriring doa semoga diterima seluruh amal baiknya, diampuni segala dosanya, dan dilapangkan kuburnya atas semua jasa - jasanya.

    Sebetulnya tidak ada lowongan untuk penerimaan guru di Madrasah tersebut. Lagi  - lagi aku hanya bisa berharap kepada Allah semoga ada jalan yang terbaik untuk mengambil keputusan atas apa yang aku alami.Aku sudah tidak bisa lagi bertahan di Madrasah sebelumnya karena aku merasakan tidak adanya kenyamanan lagi. Segala puji bagi Allah atas pertolonganNYA. Ternyata temanku tadi memberitahu ada lowongan di Madrasahnya. Aku memasukkan lamaran dan diterima di Madrasah itu. Segera aku mengajukan surat pengunduran diri di Madrasahku yang lama dan tetap aku keluar dengan cara " khusnul khotimah" dengan catatan pengabdian selama 3 tahun. 

    Tibalah di tahun ke 25 pengabdianku yang baru lagi tepatnya di arah mata angin timur.  Madrasahku yang baru ini berdiri di Kota Malang sebelah timur. Merupakan yayasan yang diurusi oleh profesor - profesor pensiunan Balai Penelitian Tanaman Serat ( BALITAS ). Beliau dari sisi usia sudah bisa dikatakan sepuh. Dan disini muncul semangatku yang kembali menggila untuk menjadikan Madrasah ini sebagai Madrasah ideal di mata umat. Jika dilihat dari sisi gedungnya yang  baru, Wali peserta didiknya yang merupakan orang - orang berpendidikan tinggi, yang mengerti betul tentang peranan pendidikan dalam kehidupan di masa depan. Mereka sangat antusias sekali dalam kiprahnya ikut memajukan Madrasah. Hal ini sangat matching dengan diriku yang sangat menyukai tantangan dengan tujuan untuk memajukan lembaga pendidikan Islam. Rukhul jihad mulai menyala - nyala dengan membara. Aku sudah yakin dalam hati bahwa disinilah terminal terakhir pengabdianku.

     Di tahun kedua pengabdianku di arah mata angin timur ini mulai terlihat kembali ketidakberesan dalam management keuangannya. Keuangan sentral berada di tangan Kepala Madrasah. Mulai dari keuangan SPP, Buku, LKS, Seragam, dll. Kelancaran pemberian gaji guru mulai terhambat. Semula kami maklum karena ini adalah lembaga baru. Akhirnya hal ini diketahui oleh pihak Yayasan. Wali peserta didik mulai resah karena aroma ketidakberesan keuangan mulai tercium mereka. Aku sudah tak peduli lagi dengan hal itu, karena biasanya jiawaku akan menggeliat dan berteriak jika kutahu di depanku ada ketimpangan apalagi dalam pengelolaan keuangan. Aku tetap fokus pada kiat untuk menjadikan Madrasah ini menjadi Madrasah dambaan umat. Setiap hari karena waktu itu masih dalam suasana pandemi sehabis mengajar kelas dan membimbing anak didikku secara online aku gunakan waktuku untuk membimbing teman - temanku yang rata - rata mereka adalah para pendidik yang masih muda belia. Jam terbangnya pun masih seujung kuku jika dibandingkan aku. Oleh karena itu aku merasa bahwa merekalah para generasi penerus bangsa di dunia pendidikan. Aku merasa mempunyai kewajiban untuk membimbingnya dengan cara apapun, sampai mereka bisa jadi guru yang profesional walaupun belum dinyatakan profesional di atas sertifikat. Disini aku mempunyai "kamus baru 4 ".

   Sesuatu yang tak kuduga berikutnya terjadilah pergantian Kepala Madrasah yang diambil dari guru PNS DPK atau diperbantukann oleh Kemenag. Dan disini aku menerima amanah untuk membantu beliau di bidang kesiswaan. Tugasku sebagai Wakil Kepala Bidang Kesiswaan berjalan dengan lancar. Kegiatan Kesiswaan acapkali sering kuadakan meski dalam jaringan (online) karena waktu itu Pandemi sudah mulai menaikkan angkanya.

     Ketika aku sedang asyik menikmati peranku di lembaga baru dengan segenap cita - cita yang mengggelora di dadaku, datanglah keponakanku untuk meminta bantuan mendirikan Madrasah baru. Madrasah ini didirikan di atas lahan seluas 1313 m2. Di atas lahan ini telah terbangun gedung yang semula berfungsi sebagai Lembaga Konsultasi Pengembangan Pendidikan Islam beralih fungsi menjadi Lembaga Pendidikan Islam. Hal ini dilakukan karena Konsultan yang merupakan kakak sepupu telah dipanggil menghadap sang Khalik pada akhir tahun 2015. Pastinya terjadilah kebimbangan dalam hatiku. Harus kuterima apa kutolak permintaan keponakanku dan keluarga. Jika aku tidak mau maka rasanya tidak enak dengan hubungan persaudaraan yang telah terbina sekian lama. Jika kuterima maka aku harus mengorbankan Madrasah baru tempatku mengabdi yang masih seumur jagung. Ditimbang  timbang dengan meminta saran dari berbagai pihak yang terpercaya akhirnya sampaialah aku pada keputusan untuk menerimanya. Proses pengajuan izin oprasional, Penerimaan Peserta Didik Baru, Open rekrutmen guru dilaksanakan menjelang tahun pelajaran baru. Dan posisiku waktu itu masih bertugas di Madrasahku yang semula sampai menjelang tahun pelajaran baru. Pikirku ketika aku nanti meninggalkan Madrasah ini dan hijrah kembali untuk kesekian kalinya ke Madrasah keponakanku aku merasa lega, karena saat itu Madrasah sudah mendapatkan pemimpin yang terpercaya dan amanah yang diperbantukan langsung oleh Kemenag.

    Manusia boleh berencana tapi Allah tetap menjadi penulis skenario utama dalam kehidupan manusia. Kabar sangat mengejutkan tiba - tiba kami dengar . Kepala Madrasahku yang baru beberapa bulan bertugas ditarik oleh Kemenag dan dimutasi ke tempat lain. Ketua dan Bendahara Yayasan memanggilku untuk datang ke kantor yayasan. Aku ditanya tentang beberapa hal berkaitan dengan Madrasah. Pertanyaan yang membuatku bertanya dalam hati adalah ketika aku ditanya" apa yang harus anda lakukan ketika anda menjadi pemimpin di Madrasah ini?". Aku terperanjat dengan pertanyaan ini. Kujawab pertanyaan ini dengan kalimat bahwa aku ingin membawa SDM di tempat ini menjadi SDM yang handal, disiplin, punya etos kerja tinggi. Jawabanku diamini oleh beberapa petinggi yayasan. Aku tidak tahu bahwa saat itu aku telah terjebak dalam uji kelayakan atau fit and proper test Kepala Madrasah. Padahal tahun pelajaran baru berikutnya aku harus sudah hijrah ke Madrasah keponakanku. 

    Kebimbangan menyerangku kembali apakah amanah yayasan itu harus kuterima atau kuabaikan. Aku terasa berada di persimpangan jalan. Jika aku terima bagaimana dengan amanah yang diberikan oleh keponakanku? Jika aku tolak bagaimana nasib Madrasah ini dengan kondisi kekosongan kepemimpinan? Dua pertanyaan berkecamuk dalam hatiku.Dan tiba - tiba hadir sekretaris yayasan memberikan SK/ Surat Keputusan pengangkatan kepala Madrasah yang diberikan padaku.  Aku tak mau menerimanya karena sejatinya hatiku belum mantap dan masih bimbang.Aku juga mengutarakan bahwa aku diminta oleh keponakanku untuk memimpin Madrasah yang didirikannya. Waktu itu aku merasa bahwa diriku ada di posisi sulit. Lagi - lagi hanya Allah yang kulibatkan dalam permasalahanku. Aku biarkan masalah ini berjalan mengalir seperti air sambil menunggu keputusan yang terbaik yang ditunjukan olehNYA. 

    Aku mendatangi kembali Ketua Yayasan untuk mengkomunikasikan kondisi yang kualami.  Aku memberikan saran mungkin ada teman lain yang perlu ditunjuk untuk menggantikan posisiku sebagai Kepala Madrasah. Semula Ketua Yayasan tidak menyetujuinya. Tetapi aku berharap untuk kembali memikirkan permintaanku. Dan atas pertimbangannya beliau mengirim pesan via chat WA bahwa aku diminta untuk membuat surat pengunduran diriku sebagai kepala. Pesan ini sesuai dengan apa yang aku inginkan, agar di tahun pelajaran baru nanti jalan untuk hijrah ke Madrasah keluarga bisa berjalan dengan baik dan lancar. Segala puji bagi Allah kembali kupanjatkan atas skenario yang ditulisnya. 

                                               

 KEMBALI KE ARAH MATA ANGIN 1

Tibalah aku di penghujung akhir tahun ajaran. Dengan perasaan sedih dan haru bercampur menjadi satu harus kutinggalkan teman - teman baikku para pendidik muda yang perlu arahan dan bimbingan di Madrasah ini, untuk hijrah ke Madrasah keluarga yang berada kembali di arah mata angin Barat. Disinilah aku mulai 26 tahun pengabdian dengan meletakkan peradaban baru demi tegaknya generasi di masa 25 tahun mendatang. Rapat Kerja hari pertama kuikuti dengan seksama bersama team work insan muda yang masih minim pengalaman dan ketrampilan dalam pembelajaran.

    Mengawali kegiatan dengan bismillah memimpin sebuah Madrasah baru dengan jumlah Guru dan Tenaga Kependidikan sebanyak 5 orang dan 32 peserta didik. Sebagai nahkoda kapal baru aku bertugas untuk menjalankan kapal dengan penuh kehati - hatian apalagi jika berjalan di atas ombak yang riaknya sangat dalam. Sebagai lembaga baru aku merasa perjalanan di bulan - bulan awal bukanlah perjalanan yang mudah semudah membalikkan telapak tangan, ditampar kiri dan kanan dan dari arah yang tak kukira datangnya dari mana. Tak apalah memang jalan ini harus kutempuh untuk membuat diriku semakin tangguh. Aku sangat berterima kasih pada pelaku yang membuat diriku semakin mengerti ke arah mana kapal ini harus kubawa. Ketika berada di titik ini semua kuhadapi dengan bersandar kepadaNYA. Dan yang terpenting aku sudah punya 4 kamus yang bisa kubuka dalam memimpin Madrasah. Kamus ini kudapatkan dari Madrasah - Madrasah tempatku mengabdi selama 25 tahun masa pengabdianku.

    Kamus ini adalah catatan di dalam otakku tentang rekaman beberapa kejadian dari sejak awal diriku berpijak di dunia Madrasah sampai 25 tahun masa pengabdian. Rentetan peristiwa tak bisa kulupakan di samping pengalaman untuk menjadi seorang pendidik yang ideal. Semua yang kupunya ingin kusampaikan dan kutransfer pada semua guru dan tenaga kependidikan yang ada di Madrasahku saat ini. Membangun etos kerja yang tinggi, disiplin penuh dedikasi adalah sistem yang akan kuletakkan disini. Walaupun terkadang terasa sangat berat dan sulit sekali. Semua itu kulakukan dengan penuh ketlatenan dan kesabaran. Seakan menapaki tangga pelan - pelan yang penting tidak terpeleset dan selamat sampai tujuan. Pro kontra itu sudah biasa. Dengan berbekal pengalaman malang melintang di dunia Madrasah akan kulakukan apapun sepenuh hati demi terciptanya kondisi Madrasah yang kondusif.

    Jarak rumah dengan Madrasah bisa kutempuh dengan jalan kaki.Karena jaraknya memang dekat sekali. Hal ini kusyukuri sebagai anugerah ilahi. Ternyata rentetan peristiwa yang kujalani membawa hikmah yang sangat berarti. Sebagai penggiring ke jalan sang khalik sampai hari ini. Aku tak pernah menyesali diri. Atas segala bentuk peristiwa yang mungkin tak pernah orang kebanyakan alami. Aku akan tetap melangkah dengan hati nurani dan selalu melibatkan sang ilahi robbi. Meski jalan yang kulalui cukup terjal dan penuh dengan orang yang punya sifat ambisi. Semua pengalaman itu semoga tidak terulang kembali. Di Madrasahku yang sangat kucintai sepenuh hati. Semoga di arah mata angin ini aku bisa mengabdikan jiwa ragaku untuk anak Negeri.Karena baktiku dinanti. Mengobati luka hati ibu pertiwi. Pulihkan pendidikan di era pandemi. Demi kejayaan sebuah generasi. Semoga pengabdian ini menjadi amalan yang berarti. Untuk kubawa pulang ke haribaan Ilahi. 4 arah mata angin telah kulalui. 4 " kamus " telah kukantongi. Semoga diri ini selalu dijauhkan dari hal - hal yang tak ku ingini. Membawa " kapal " ini pada tujuan yang bertepi.

  

     

    

   


        

    

    

         


     

Komentar

  1. Masyaallah.... Ceritayg mengharu biru. Membuat kita banyak belajar, arti hidup dan perjuangan

    BalasHapus

Posting Komentar

Postingan populer dari blog ini

Hariku Bersama Angelina Sondakh

Bocah Istimewaku

AYAHKU GURU QUR'ANKU