Puisi Prosais 5
Diamnya Doa
Created by Chaula A. Rozaq
Sebelum arunika menyeringai di ufuk timur kugugah ruh dalam nyenyaknya impian. Kusingsingkan lengan bersama muka tuk menghapus kepenatan. Daivat membersamai jiwa yang tampak pasrah dalam seribu harapan. Terbentang beberapa jalan. Nayanika lebih condong menatap ke depan. Jangan kau usik lagi diriku dengan tembang-tembang perusuh yang kian menyakitkan. Aku sudah berjanji akan pergi jauh sampai kau hilang ingatan. Tak perlu lagi kudengar dan kulihat mulutmu penuh bualan.
Aku menengadah ke atas bumantara di celah malam. Aku hanya mampu mendesah dan bergumam. Dalam rangkaian kalimat panjang tanpa nafas sejenak dalam diam. Diamnya doaku adalah teriakan yang sangat keras dan akan sampai pada heningnya alam. Tuhan jangan pula diriku kau bungkam. Biarlah ceritaku padaMu mengembang dari eunoia yang terpendam.
Siang datang tanpa memperdulikan diriku yang lagi bimbang. Menuntut estungkara pada diri tanpa menunggu petang. Gelisah, resah, menjembatani warna lembayung yang akan segera datang. Kuharap semua sudah usai saja dan tak membuatku kembali terkekang. Muak.. Sungguh muak kau jejali aku dengan jarimu yang menyerang. Membuat swastamita menghampiriku dengan wajah yang mengerang. Luluh lantak jiwa ini ketika kutatap wajah sendu orang yang kusayang. Rebahkan mustika sejenak pada pundaknya yang berbau kembang.
Kuambil lagi alas tempat berpadunya makhluk dengan Tuhan. Ku menghadapMu dengan astha menengadah membawa kabar tak karuan. Komat kamit berbuih diiringi kedua manik hitamku yang memejam dengan mengalirnya tetesan. Lebih baik aku harus menangis pada siapa Tuhan? Ketika kutangkap cacian demi cacian. Menuntut lembahnya bestari tanpa hujatan. Aku hanya manusia biasa yang belum mampu bersanding dengan titah paduka beruban.
Tugasku dari Tuhan hanya menjadi manusia baik, bukan terlihat baik di mata manusia. Aku sudah lelah berhadapan dengan mereka. Tuan dan Puan berlagak hakim bijaksana. Terlihat rupanya hati keduanya bertahta onak menakutkan seperti serigala. Siap menggigit siapa saja yang menghalanginya. Biarlah itu memang takdirnya. Aku tak bisa lagi berkata-kata.
Komentar
Posting Komentar